malam pekat tanpa bulan dan bintang dihias kerlip petir meronta-ronta
bak diskotik tanpa penghuni. Aku duduk termenung di jendela kamarku
menjawab hati yang penuh dengan keresahan. Sesekali hati kecil berkata
"kamu bohong...."
tapi Aku benar-benar tak berdaya, terlalu indah untuk ku ludahi dan terlalu manis untuk larut dalam pejaman mataku.
Sahutan guntur di kebisuan meradu dengan hati yang sukar menghapus rintik air mata di pipi tipis ku
Aku
berusaha lagi untuk menghubunginya dengan telp genggamku. Aku hanya
mendengar operator yang seolah mengejek dan mencangkul keresahanku lebih
dalam. Dua tahun tlah berlalu, di awal aku begitu bangga padamu
sehingga aku menjadi seperti patung dan tuannya
" terkadang dirawat,
terkadang aku dibiarkan penuh debu sendirian"
Satu tahun
belakangan ini dia berubah semenjak aku dan dia terpisah oleh keadaan.
Semakin lama keresahan yang dulu kami takuti tercipta
"apakah
kamu lupa? kamu pernah mengengam tanganku erat, mencium pipi dan
keningku setiap engkau menatapku dengan kata-kata manismu" ucapku pada
rintik hujan
Tampa kusadari, airmata kerinduan mencuak
deras menetes di lenganku. Aku melihat cincin stanlis pemberiannya, Aku
menciumnya dalam satu nafas sambil menggenggam erat
"aku kangen kamu, Beb" ungkapku dengan suara terputus-putus
"apa
benar kamu akan kembali melawak di depanku, membuat aku senyum seperi
mereka?....aku takut kehilangan kamu" lanjutku dengan segala gunda di
hati.
Malam semakin larut, hujan semakin deras.
"tolong........" ujarku sambil mencoba menghubunginya lagi
hallo!!!
serentak darahku mengalir deras kegirangan
"kenapa susah di hubungi?" tanyaku
"maaf, sekarang aku sibuk dengan tugas-tugas jadi jarang menghungi" jawabnya
"aku kangen, Beb" dengan suara manja
Terdiam
"Beb, kapan kamu pulang?" tanyaku mewakili sejuta rindu
"mungkin lama....." jawab nya
Airmata ku mengalir deras dilapisi senyum resah, takut perpisahan yang setiap saat bisa saja datang
"kita mungkin tidak di takdirkan untuk bersama" lanjutnya dengan nada tegar
"maksud, Beb?" tanyaku gelisah
Aku hanya menemukan jawaban no yang sibuk. Ia mematikan Hpnya.
Aku
lepas kendali, ku hempaskan hp dan memilih menghapus air mata yang tak
kunjung henti pada bantal kuling yang penuh dengan wajah-wajahnya yang
tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar