CERPEN

Jumat, 11 November 2011

Cerpen : "semua karena jarak"

malam pekat tanpa bulan dan bintang dihias kerlip petir meronta-ronta bak diskotik tanpa penghuni. Aku duduk termenung di jendela kamarku menjawab hati yang penuh dengan keresahan. Sesekali hati kecil berkata

"kamu bohong...."
tapi Aku benar-benar tak berdaya, terlalu indah untuk ku ludahi dan terlalu manis untuk larut dalam pejaman mataku.
Sahutan guntur di kebisuan meradu dengan hati yang sukar menghapus rintik air mata di pipi tipis ku

Aku berusaha lagi untuk menghubunginya dengan telp genggamku. Aku hanya mendengar operator yang seolah mengejek dan mencangkul keresahanku lebih dalam. Dua tahun tlah berlalu, di awal aku begitu bangga padamu sehingga aku menjadi seperti patung dan tuannya

" terkadang dirawat, terkadang aku dibiarkan penuh debu sendirian"

Satu tahun belakangan ini dia berubah semenjak aku dan dia terpisah oleh keadaan. Semakin lama keresahan yang dulu kami takuti tercipta

"apakah kamu lupa? kamu pernah mengengam tanganku erat, mencium pipi dan keningku setiap engkau menatapku dengan kata-kata manismu" ucapku pada rintik hujan

Tampa kusadari, airmata kerinduan mencuak deras menetes di lenganku. Aku melihat cincin stanlis pemberiannya, Aku menciumnya dalam satu nafas sambil menggenggam erat

"aku kangen kamu, Beb" ungkapku dengan suara terputus-putus

"apa benar kamu akan kembali melawak di depanku, membuat aku senyum seperi mereka?....aku takut kehilangan kamu" lanjutku dengan segala gunda di hati.

Malam semakin larut, hujan semakin deras.
"tolong........" ujarku sambil mencoba menghubunginya lagi

hallo!!!

serentak darahku mengalir deras kegirangan

"kenapa susah di hubungi?" tanyaku

"maaf, sekarang aku sibuk dengan tugas-tugas jadi jarang menghungi" jawabnya

"aku kangen, Beb" dengan suara manja

Terdiam

"Beb, kapan kamu pulang?" tanyaku mewakili sejuta rindu

"mungkin lama....." jawab nya

Airmata ku mengalir deras dilapisi senyum resah, takut perpisahan yang setiap saat bisa saja datang

"kita mungkin tidak di takdirkan untuk bersama" lanjutnya dengan nada tegar
"maksud, Beb?" tanyaku gelisah

Aku hanya menemukan jawaban no yang sibuk. Ia mematikan Hpnya.

Aku lepas kendali, ku hempaskan hp dan memilih menghapus air mata yang tak kunjung henti pada bantal kuling yang penuh dengan wajah-wajahnya yang tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar