Tidak terasa sudah pukul 11: 57
malam. Aku tak bisa memejamkan mataku dengan tenang. Aku tak pernah dengar lagi
dongeng pengantar tidur darimu. Sapaan hangat seperti doa yang kau mainkan
dengan bahasa rayuanmu. Kau sering menyebut namaku dalam ejekan manja. Aku
sering menjawabnya dengan suara manja sampai mulutku lelah untuk melayani rasa
mengantuk yang teramat dalam.
Entah kenapa dengan mala ini,
angin dingin yang menyusup hingga ke tulangku tetap saja tak sekuat mataku yang
terus berontak untuk beristirahat. Dia selalu terngiang, rindu yah aku ingin
mengatakan itu langsung padanya. Mungkin sekarang hanya mimpi tentang dia.
Hampir setiap malam aku berontak pada
ketidakadilan cinta ini. Tapi, hingga sekarang tetap saja tak pernah ada yang
sanggup menerangkan semuanya padaku.
Sofian, yah namanya sofian.
Hampir tiga tahun lamanya aku menjalani hubungan. Aku tidak percaya pada siapa pun selain Sofian. Sejak aku berkenalan,
keindahan bahasa yang ia keluarkan membuatku sangat menyayanginya. Dia hadir
dalam pelukan hangat dan perhatian yang dalam dan tak pernah aku temukan
sebelumnya.
Dia selalu bertanya aku sudah
makan atau belum. Terkadang, baru saja aku membuka mata menikmati matahari. Ia
sudah mengucapkan
“ slamat pagi sayang”,
ketika badan ku terasa lelah oleh
gerahnya matahari, ia mengucapkan
“ selamat tidur” serta kecupan hangat di keningku.
Setiap malam minggu ia bertanya
aku di mana, aku sedang apa, semua aktivitasku selalu harus ku jawab dari
pertanyaannya. Dia selalu hadir dalam setiap detik hidupku. Aku teringat
tentang Sofian, ia merayakan ulang tahunku dengan kue kek coklat. Awalnya ia
membuat ku marah, aku sendiri tidak menyadari kalau setelah air mataku mengalir
karenannya. Kejutan ulang tahun ia ucapkan sambil mencium kening ku. Ia hadiakan
aku sebuah kotak musik yang selalu menemantiku sebelum aku tertidur.
Hampir tiga tahun terlewat begitu
sempurna. Kami bertemu di sebuah café yang
dengan cahaya yang sedikit redup. Seperti biasa Sofian mentraktirku makan. Ia
menyapiku sambil memandang bibirku yang mekar.
“ Aku suka mata kamu” Sofian
Aku hanya menundung dalam
kehangatan itu. Entah kenapa, getaran dari saku celananya mengakhiri
kata-katanya. Ia tampak berbeda dari
biasanya.
“kenapa yank?” tanyaku
mengheran.
“perutku nda enak yank! Ku kebelakang dulu yah!” Jawab Sofian
sambil menahan nafas.
Melihatnya kesakitan, aku pun
mengijinkannya pergi.
Lima menit berlalu, sesekali aku
menatap ke arah kamar mandi. Namun, Sofian tak kunjung terlihat. Aku tidak pernah merasa curiga selam bersama
Sofian. Tapi entah kenapa malam itu aku punya prasangka buruk tentang dia. Apa
lagi aku merasakan ada getaran dari saku celananya. Merasa ada yang janggal,
aku mencoba untuk menyusulnya ke kamar mandi.
“YANK!! KAMU NDA JALAN?....AKU LAGI DI WC HAHAHAA…..JADI MAKIN KANGEN
YANK!!!... UDAH LAMA KITA NDA KETEMU YAH…. AKU KANGEN BANGETT… KANGEEEN BANGET!
MUAACH!!!!!” Suara Sofian.
Mulutku menggumam, rasanya aku
ingin menangis, lututku gontai tak sanggup menopang badanku. Kerut keningku
mengusamkan wajahku, sungguh di luar dugaan. Alunan music klasik menjadi
menggoyahkan hatiku.
“ YANK!! UDAH DULU YAH…. NANTI KU TELP LAGI!!! MAU MAKAN DULU!! HEHEHE…..
MISS YOU!!! MUAAACH!” lanjut Sofian.
Aku hanya bisa berlari menuju
meja lesehan. Tak lama Sofian menyusul dengan rapi sambil memegang perutnya. Ia
mengaduh di depanku, aku tahu itu hanya sandiwara darinya. Aku tak bisa terus
menikmati sandiwaranya. Semakin lama semua terasa sangat menyakitkan.
“Siapa?......!” tanyaku
padanya.
“maksud kamu?” Sofian mengheran.
“Kenapa kamu nda jujur saja? Itu paacar kamu kan? Jujur yank!!!!! Udah cukup
aku di bodohkan!” kesalku. Tak sanggup aku menahan air mataku.
Sofian hanya terdiam, tangannya
berusaha menggapai bahuku tapi aku
berusaha untuk menghidarinya. Aku tak perduli begitu banyak pasang mata yang
melihatku berteriak. Kepalaku terasa nyilu mendengar bahasa-bahasanya.
“ Oke!! Oke!! Dia memang pacar aku! Ku sayang sama dia… sama seperti
aku sayang sama kamu!!! Sekarang kamu sudah tahu kenapa aku tidak pernah
cerita? Aku sendiri sulit membedakan siapa yang harus aku cintai. Di sisi lain
aku sangat takut kehilangan kamu, begitu juga dengan perasaan ku padanya. “ jawab
Sofian tegas.
“Owww jadi maksud kamu? …. Kamu itu punya perasaan nda sh? …. “ aku
menangis.
“Maaf! Aku yang salah. Untuk menebus itu, kita harus berpisah! Aku nda
pantas buat kamu, aku udah bohong selama ini!..... maaf terpaksa aku harus
memilih dia! Waktu itu kami sedang bertengkar! Kamu hadir…. Dan jujur saat ini
aku udah sayang banget sama kamu” Sofian terdiam.
Sofian mengusap usap rambutnya.
Sesekali ia menggaru kepalanya, mengalihkan pandangannya yang terlihat berair.
Sofian menangis di hadapanku. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Sofian
mengantarku pulang. Sofian mencium keningku dan memelukku begitu erat. Dalam
hatiku aku bicara “ Yan! Aku cinta kamu, Aku sayang kamu!” tapi di sisi lain
aku terus menghujamnya dengan cacian.
Malam terasa semakin dingin. Hanya suara jangkrik yang terus benyanyi
memecah kesunyian malam. Ku putar kotak music, ku tatap sepasang boneka sedang
berdansa di iringi lagu klasik. Aku menangis, masih sangat terngiang di depanku
wajah orang yang sangat aku cinta.
Aku duduk di kasur, di depanku HP
ku tak terlepas dari pandangaku. Aku rindu ucapan selamat tidur dari Sofian.
Aku rindu suaranya yang menyayikan ku lagu pengantar tidur. Aku rindu pada
rayuan Sofian yang sudah ku hafal. Detik
jarum jam terus berdetak mengitari kesunyian ini. Suara HPku mengejutkan
lamunanku.
“maaf yank! Dia tunangaku, dia ada di kampong! Aku ngerasa sepi!...aku
tak pernah berniat untuk niggalin kamu! Sekali lagi aku minta maaf! Bersamamu adalah
hari-hari yang indah! Selamat tinggal yank! Maaf yah …..”
Aku baru tahu, ternyata aku hanya
seorang gadis yang sangat bodoh. Selama dua tahun lebih aku tak pernah tahu
kalau Sofian telah bertunangan. Kenapa setelah aku sangat mencintanya, aku
harus kehilangan dia. Kenapa dia harus meninggalkan aku dan memilih
tunangannya. Aku marah dengan mertemuan. Aku benci laki-laki! Aku benci cinta!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar