CERPEN

Jumat, 11 November 2011

SahabatKu dan sang Kekasih

SahabatKu
Jimmy Seniman Mudya
Rabu, 17 November 2009

Untuk seorang sahabat, seorang pemuja cinta yang luar biasa. Berawal dari pertemuan di dunia maya, Sahabatku menemukan dunia yang baru dan penuh kemilau cahaya. Hari yang indah menjadi impian yang tiada pernah absen dari benaknya. Sahabatku mengenal seorang wanita yang sanggup mengubah jiwanya yang sepi, menutup lubang yang menganga. 

Rasa rindu begitu membara, antrian liku-liku kehidupan tertepis kokohnya cinta mereka. Waktu kian berlalu, cinta semakin kokoh dengan 1000 harapan untuk bertemu, mereka berjanji menerima segala keadaan yang ada, Sahabatku mengalami kecelakaan yang luar biasa, kami semua panik dan membawanya ke Rumah Sakit. Keluarga yang sedih semakin parah setelah dua hari Sahabatku tak sadarkan diri. Kami hanya menunggu dan gelisah, seorang dokter keluar dengan masker setelah memeriksa gegar otak yang diderita Sahabatku, kaki kirinya dioperasi, dokter memprediksi, 

Sahabatku akan kehilangan ingatan, kami semakin sedih….derasnya air mata membanjiri sore itu ketika sang Ibu tercinta sudah tidak dikenal oleh Sahabatku, aku mengabil inisiatif untuk menghubungi kekasihnya, betapa terkejut sang Kekasih mendengar kejadian tersebut, kegelapan, resah dan 1001 pikiran memburu otak sang kekasih, roda dunia dirasa tak berputar lagi, tiap menit sang Kekasih menghubungi untuk mengetahui keadaan Sahabat.

Sahabatku sadar, ia selalu menyebut nama sang Kekasih. Kami semua heran, kami yang setiap saat bertemu bahkan orang terdekatnya tidak ia kenal.sosok Kekasih begitu luar biasa, dengan sabar sang kekasih berbicara dan mengharap Sahabatku mengingat semua sesuai permintaan Mama Sahabatku, seperti membalik telapak tangan Sahabatku mengingat semua. Kenangan ini membuktikan kuatnya cinta mereka.

Licinnya jalan bukan harapan, besarnya kasih sayang bukanlah jaminan. Setelah setengah tahun berlalu, semua berubah, pagi yang indah sebelum Sahabatku menikmati segelas kopi, pesan singkat menjamunya dan membuatnya tergumam membisu, kata yang tak layak terucap dan tak pernah dibayangkan terucap dengan sempurna untuk mengakhiri semua. Apa yang ada dipikiran Sang Pacar?.... Mereka adalah dua insan yang saling berbagi, sungguh membingungkan, Sahabatku kini bagai patung tua dan usang, betindak sesuka hati, brutal dan aneh, jiwanya kembali tergoncang. Sahabatku berteriak, pagi menjadi amukan bak singa yang kelaparan, kamar yang dihiasi wajah sang Kekasih berubah menjadi pecahan cermin, pernak pernik kamar menjadi lampiasan kemarahannya. 

Sahabatku berusaha menenangkan diri dan berusaha menarik perhatian sang Kekasih, tak sedikit ibapun merasuk jiwa sang Kekasih, hanya deretan pesan singkat yang bermakna kekesalan sang Kekasih 

“tidak bisa, ini keputusan ku, hatiku sudah terlanjur sakit, dan butuh waktu yang sangat lama untuk menyembuhkan”. 

Sahabatku sadar akan kesalahannya, ia jarang memberi kabar karena kegiatan yang begitu padat.

Hari yang suram, rasa sayang semakin membukit dengan unjuk rasa yang kian menyayat hatinya. Sang Kekasih menyatakan kerinduan dan rasa sayangnya, tetapi di sisi lain ia takut akan menderita lagi, sang Kekasih tak ingin Sahabatku menyakiti hatinya lagi. Kontak batin, jiwa yang tak lengkap membuat Sahabatku bertindak di atas normal. Emosi dan penyesalan mengingat wanita yang ia kenal memberikan perhatian akan pergi untuk selamanya, ia akan dekat dengan orang lain, miliknya yang sejati akan menjadi milik orang lain. Rasa takut itu bagaikan malaikat pencabut nyawa.

ahabat ku mengirim pesan 

“ok, seharusnya aku sadar kalau kamu bukan pacarku lagi… yang tak pernah kamu lihat akan menjadi lenyap selamanya… sebab aku akan berakhir melihat… menikmati hidup… kamu tidak akan mungkin selamatkan aku, cinta sudah buat aku berantakan… aku tidak percaya pada doa… aku hanya berharap agar musibah ditimpakan padaku…karena bumi kini tak lagi bersahabat… cabut aku sang kuasa… sebab, aku tak sanggup lagi untuk meneteskan air mata…”. 

Barisan kata yang menujukan kepasrahanya serta besarnya cinta terkirim sempurna pada sang Kekasih yang mungkin sedang menikmati kebahagiaan.

Aku mulai takut, tingkahlaku Sahabatku menjadi liar, miras menjadi teman setianya setiap malam. Sahabatku selalu terlihat pulang larut malam dan tampak mabuk. Aku iba padanya, orang yang aku kenal baik dan soleh berubah. Ingin aku sampaikan pada sang Kekasih tentang perilakunya yang brutal, aku tak sanggup, setiap malam ia muntah-muntah miras, perkuliahannya semakin tertinggal, aku melihat sepucuk surat yang pernah diterima dari sang Kekasih selalu digenggamnya setiap pulang, sesekali air matanya menetes dalam tidurnya. Aku mulai mengantuk, melihatnya pulas aku kembali ke kamarku. 

Malam yang sunyi, dalam mimpiku perasaannya tergambar jelas. Aku turut merasakan hatinya yang sedang menangis. Hujan begitu deras, semua terdengar seirama, sesekali petir memecah kesunyian, aku menarik selimutku.

Seiring hujan yang semakin deras, aku terkejut teman-temanku menggedor pintu kamarku, mereka tampak pucat dan bergetar. Tak percaya itu nyata, aku menampar pipiku, teman-temanku melihat Sahabatku melompat dari ketinggian enam meter, aku berlari melihat cucuran darah yang mengalir bercampur dengan air hujan, kepalanya remuk, aku merangkulnya. Sesekali wajahnya yang penuh dengan darah ku usap, terpancar dari raut wajah yang penuh penderitaan dan harapan.

Semua sudah terjadi, Sahabatku pergi dan tak akan kembali, dimana sang Kekasih akupun tak tahu rimbanya. Semoga ia tenang di sana, jika tiba saatnya aku berharap mereka akan dipertemukan kembali menjadi sepasang kekasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar