"Sialan, Kau!!!!! Kau habiskan gula di toples itu" sambil membanting toples aku melihat ke cela dinding
Ku kerok-ketok hingga retak dinding itu hingga semakin besar lalu ku intip
"Hoi, keluar kau dari situ!! Pengecut!!!" darah kian deras mengarungi ubun-ubunku.
Tidak ada jawaban maupun respon darinya.
"Aku
ingin menyebut kamu anjing, babi, setan, iblis tapi kamu itu semut" aku
mulai kesal dan menyandarkan badanku ke dinding. aku mulai berfikir
lagi
"Kalau kamu anjing, kakimu lebih banyak dari anjing.
Kalau kamu babi, kamu tidak serakus babi. Kalau kamu setan atau iblis,
kamu tidak ditakdirkan Tuhan untuk ke neraka. Jadi, aku harus memanggil
kamu apa?" semakin dalam kesalku sambil menatap retakan diding itu.
Tidak lama kemudian, seekor semut keluar
"Sabar! santai! jangan marah, Pak!" mengantisipasi kemarahanku
"Enak saja kau bilang diam, Badanmu itu kecil jadi harus tau dirilah!" ungkapku kesal lantas memalingkan mata sombong
"Maaf, Pak! Aku hanya memakan sedikit saja karena lapar" semut itu bersujut sambil menangis
"Sudahlah,
tidak perlu memancing iba dariku. Sekarang kau kembalikan! Kau harus
kembalikan gula itu dengan cara apapun!" Sambil melotot padanya
"Maaf, Pak! aku tidak punya gula lagi" jawab semut itu
"Mencuri ke tetangga sebelah!" sambil berteriak dan menunjuk rumah tetangga
"Maaf, Pak! aku takut mencuri 2 kali. Dosa, Pak!" jawab semut itu
"Apa katamu? kamu baru mencuri 1 kali?. Pembohong!!" ungkapku kesal sambil menghujaninya dengan ludah
"Bagaimana
bapak bisa beribah jika kehilangan sebutir gula saja tidak iklas. Kami
hanya bintang kecil yang kelaparan. Coba lihat bangsa, Bapak. Pajak
rakyat sudah triliunan hilang. Bapak tidak marah?" semut itu menangis
dan mati dalam kubangan air liurku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar