CERPEN

Jumat, 11 November 2011

WANITA SEMU (cerpen)

saat itu cuaca cerah, di sekelilingku ku lihat kemesraan remaja menikmati malam dengan bahasa cinta. Rayuan, entah apa saja topik pembicaraan yang membuat mereka tertawa dan saling cubit. Aku hanya tersenyum seolah menyaksikan Warkop DKI dalam seribu trik jitu dalam mendekati wanita. Angin berbicara santai temani kami menikmati malam itu dengan taburan bintang dan suasana pantai yang indah.hari itu aku hanya datang sendiri dengan tujuan menginstal otak yang sibuk. Tiba-tiba di meja sebelahku seorang waniuta muda sedang berbicara dengan orang lain lewat telepon genggamnya. wajahnya kusut, dari matanya terpancar adukan emosi yang tergambar dari gerak verbanya yang tak wajar.

"Anjing!!!" terucap dari mulutnya serentak mengentikan HP lantas meletakkan HP tersebut dengan kasar di atas meja.

Ia menarik nafas panjang, bola mata yang awalnya terlihat garang kini meredup dan berkaca-kaca. berapa kali ia kembali membuka menu HPnya dengan sikat tak wajar.
aku menyindir ingin mendekat

"marahan ya?" sindiranku yang usil mengejeknya.

Ia nelirik seperti burung hantu serta seasam jeruk nipis seolah ingin meludahi wajahku. Dalam hati aku tertawa kecil, wajahnya yang begitu cantik sehingga membawa analogiku pada putri khayangan. Virus cintapun meracuni otak usilku. Aku mengambil segelas capucino hangat dan duduk tepat di depannya dengan wajah iba padanya.

"Cinta itu buta, rasa manis yang terlihat belum tentu manis di telan" ungkapku mengawali pembicaraan itu.

Iya menunduk sesaat, mungkin saat itu ia merasa malu, iya menggeser kursi ingin meninggallkanku.

"Wah ini seperti telenofela" hati kecilku bicara sambil melihat wajah yang murum di tengah kembang asmara.

Reflek, dan sok perhatian menggerakan tangan kananku pada lembut jemarinya menahan tidakannya itu.

Aku tidak ingin dia pergi.
"maaf, namaku Eno!.

Tidak tepat jika kamu pulang dengan kemarahan" merayunya untuk duduk lagi dan itu jitu.
Ia kembali duduk.
"memang sifat laki-laki itu sama! sama seperti kamu" dengan wajah yang berpaling "marah" iya menyindirku.

"tidak semua masalah bisa kamu samakan dengan orang lain" jawabku menyusun strategi.

"Aku tidak bermaksud apa-apa, aku hanya ingin menjadi sahabatmu, tempat kamu mengadukan masalahmu dan aku siap menjadi sahabatmu. Apa yang kamu benci dari laki-laki itu?" jawabku menasihatinya.

"Baru saja seorang perempuan menelpnku, dia memaki-maki saya merebut pacar orang padahal aku tidak pernah melakan itu. Saat aku dekat dengan pacarku yang sekarang, pacarku tidak pernah bilang kalau dia punya pacar lain dan aku percaya padanya. Tapi apa? kedoknya terbongkar setelah aku serius mencintainya" sambil bercerta ia menangis dan aku berusaha mendekatinya.

"cinta itu adalah belajar psikologi pasangan, baik untuk sekarang maupun untuk yang berikutnya. Kamu masih beruntung sekarang kamu tahu tentang dia" jawabku menasihatinya.

"kamu benar! tapi aku tidak bisa melupakannya" lantas ia menangis.

"matamu mencerminkan ketulusan itu, jika dia hanya bisa membuat kamu terluka, apakah kamu mau? cinta masih berkeliaran di dekatmu dan kamu berhak memilih dan menjadikan pengalaman berharga ini sebagai pelajaran mahal" kata bijak itu membuatnya luluh.

"tapi aku sudah lama!" kata singakat itu menggambarkan berapa jauhnya perjalanan cinta itu.

Iya bercerita tentang dia yang sudah sering membuatnya menangis, ada saja alasan yang membuatnya selalu memaafkannya bahkan iya sudah menggapnya sebagai cinta sejati dan terakhir. Hubungan yang begitu dalam membuatku merasa salah jika hanya merayu wanita ini. Wanita memiliki kelemahan yang mudah dirayu dengan kata-kata namun sulit diungkap dengan kata tanggung jawab.
aku diam sulit membela diri dengan rayuan.

Dalam hati kecilku berkata
" jangan menyakiti sebab kamu tidak akan merasakan sakitnya rasa yang kamu sakiti"

Akupun mengajaknya untuk pulang. Perkenalan itu menjawab sikap-sikap rayuan sesaat dan berkesimpulan bahwa
" salah langkah maka kebahagiaan itu akan menjadi hadiah emas yang terinjak kotoran ternak"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar