CERPEN

Sabtu, 10 Desember 2011

Kita dan Tuhan (Posisimu sebagai manusia)


Saat matahari membangunkan aku, kulihat jarum jam yang menyediakan masalah-masalah baru yang penuh berkat. Ku sirami sekujur tubuhku dengan air untuk menghapus kisah-kisah pahit di hari kemarin. Kini aku bercinta dengan hari baru yang penuh dengan sugesti hidup dan persiapan. Aku bahkan tak sempat menyiapkan sarapan pagi hari ini. Mataku ingin sekali terpejam lagi, tapi hatiku bicara 

“Lihatlah matahari pagi sebelum matahari itu pergi meninggalkanmu”

 Aku bergegas  membuka jendela kamarku. Diri sana ku rasakan kehangatan yang luar biasa mendarat pada kulit ku. Mataku tertuju pada dedaunan dan rerumputan yang menari segar sambil meniupkan terompet. 

“Ini hari yang indah”

Itu yang ku tangkap dari cara mereka menari-nari. Ku ambil segera kaos berkerah dan menyemprotnya dengan parfum. Menyetrika celana panjangku dan memoles wajahku di cermin untuk pagi yang indah ini.
Baru saja aku melangkahkan kaki di teras rumah. Gerimis perlahan melayang-layang  di depan ku. Aku pun tersenyum melihatnya, tanpa rasa takut ku lewati gempuran gerimis itu dengan hari yang iklas. Aku menyebut gerimis itu sebagai “Berkat” . Aku tidak merasa pusing sepeti mereka yang ketakutan dan menganggap itu adalah hujan panas. Mereka berusaha melarangku, menarik tanganku dan berbicara.

“Tunggu gerimisnya reda baru kamu pergi”

Mereka memang perhatian, tapi jarum jam bicara padaku dengan lembut “matahari akan kehabisan kesegarannya sebentar lagi”

Ku tarik kesimpulan untuk menguatkan dan melawan segala bahasa yang menghentikan langkahku. Hari ini adalah hari yang berbeda dari hari kemarin. Jika aku melewatkan hari ini, maka aku sudah kehilangan beberapa menit untuk masalah-masalah yang mendidikku esok. Ku ucapkan satu pendapat dalam perasaan yang paling dalam.

“Gerimis itu adalah berkat dari NYA! Dia ingin aku melihat dunia selagi mataku masih bisa melihat, Dia ingin mengajakku bercerita tentang hari ini karena mulutku masih tercipta sempurna, Dia tak ingin aku tertinggal saat mereka menghirup udara pagi yang indah, karena Dia sangat mengasihiku”

Aku pun melanjutkan perjalanan, tak ada rasa dingin. Satu demi satu ku perhatikan wajah-wajah yang membaur. Semua tampak ceria, indah, seolah menyetujui rencana yang di kirim hari kemarin. Aku pun tersenyum, sebab jawaban atas mimpi-mimpi yang terus membuatku malas sudah ku temukan pada hari ini.
Aku bersalaman dengan mereka yang tidak ku kenali, aku berbagi senyum pada mereka yang tua dan muda. Ku sematkan aroma-aroma kegirangan pada bola mataku dengan maksud 

“Mereka akan melihat dunia yang sudah lama hilang dari batin”

Hai kamu yang merasa lelah dengan beban mu, berteriaklah dan katakan dalam hatimu.
 
“segala yang kau tak sanggupi itu adalah rencanaNYA untukmu. Apa pun yang kamu lihat sudah di pertimbangkan olehNYA padamu. Janganlah engkau berkata tidak pada apa yang IA titipkan untuk kamu kerjakan. Tapi, sebutlah namaNYA dengan hormat agar kau bisa melakukannya sekehendak denganNYA.

Jika hari esok aku masih melihat matahari pagi, aku tidak akan lupa bahwa ada Dia yang membangunkanku. Jika aku melihat teriakan senja terngiang di telingaku. Maka, aku harus bersujud memuja dan berterima kasih atas waktu yang di sempatkan pada ragaku.  Untuk hari ini dan esok, untuk hari ini dan lusa, atau untuk hari ini dan hari-hari berikutnya. Izinkan aku berlutut memujaMU wahai sang pencipta segala macam yang ada di bumi termasuk semua yang telah Kau titipkan untuk ku bimbing dan ku lakukan.

Air akan terus mengalir begitu juga hari dan segala macam cuaca. Mereka siap menemani kita untuk kenikmatan-kenikmatan. Selamat mengucap syukur atas apa yang ada, dan bersujut atas layakmu sebagai manusia yang mencintai SANG KUASA.

2 komentar:

  1. Selalu terkesan dengan cerpen anda mas..

    Salam...

    BalasHapus
  2. terima kasih bung. sudah menyempatkan diri untuk mampir menengok blog ku... salam sastra jga buat ada.....

    :D

    BalasHapus