Saat matahari membangunkan aku, kulihat jarum jam
yang menyediakan masalah-masalah baru yang penuh berkat. Ku sirami sekujur tubuhku
dengan air untuk menghapus kisah-kisah pahit di hari kemarin. Kini aku bercinta
dengan hari baru yang penuh dengan sugesti hidup dan persiapan. Aku bahkan tak
sempat menyiapkan sarapan pagi hari ini. Mataku ingin sekali terpejam lagi,
tapi hatiku bicara
“Lihatlah
matahari pagi sebelum matahari itu pergi meninggalkanmu”
Aku bergegas membuka jendela kamarku. Diri sana ku rasakan
kehangatan yang luar biasa mendarat pada kulit ku. Mataku tertuju pada dedaunan
dan rerumputan yang menari segar sambil meniupkan terompet.
“Ini hari yang
indah”
Itu yang ku tangkap dari cara mereka menari-nari. Ku
ambil segera kaos berkerah dan menyemprotnya dengan parfum. Menyetrika celana
panjangku dan memoles wajahku di cermin untuk pagi yang indah ini.
Baru saja aku melangkahkan kaki di teras rumah.
Gerimis perlahan melayang-layang di
depan ku. Aku pun tersenyum melihatnya, tanpa rasa takut ku lewati gempuran
gerimis itu dengan hari yang iklas. Aku menyebut gerimis itu sebagai “Berkat” . Aku tidak merasa pusing
sepeti mereka yang ketakutan dan menganggap itu adalah hujan panas. Mereka
berusaha melarangku, menarik tanganku dan berbicara.
“Tunggu
gerimisnya reda baru kamu pergi”
Mereka memang perhatian, tapi jarum jam bicara
padaku dengan lembut “matahari akan
kehabisan kesegarannya sebentar lagi”
Ku tarik kesimpulan untuk menguatkan dan melawan
segala bahasa yang menghentikan langkahku. Hari ini adalah hari yang berbeda
dari hari kemarin. Jika aku melewatkan hari ini, maka aku sudah kehilangan
beberapa menit untuk masalah-masalah yang mendidikku esok. Ku ucapkan satu
pendapat dalam perasaan yang paling dalam.
“Gerimis itu
adalah berkat dari NYA! Dia ingin aku melihat dunia selagi mataku masih bisa
melihat, Dia ingin mengajakku bercerita tentang hari ini karena mulutku masih
tercipta sempurna, Dia tak ingin aku tertinggal saat mereka menghirup udara
pagi yang indah, karena Dia sangat mengasihiku”
Aku pun melanjutkan perjalanan, tak ada rasa dingin.
Satu demi satu ku perhatikan wajah-wajah yang membaur. Semua tampak ceria,
indah, seolah menyetujui rencana yang di kirim hari kemarin. Aku pun tersenyum,
sebab jawaban atas mimpi-mimpi yang terus membuatku malas sudah ku temukan pada
hari ini.
Aku bersalaman dengan mereka yang tidak ku kenali,
aku berbagi senyum pada mereka yang tua dan muda. Ku sematkan aroma-aroma
kegirangan pada bola mataku dengan maksud
“Mereka
akan melihat dunia yang sudah lama hilang dari batin”
Hai kamu yang merasa lelah dengan beban mu,
berteriaklah dan katakan dalam hatimu.
“segala
yang kau tak sanggupi itu adalah rencanaNYA untukmu. Apa pun yang kamu lihat
sudah di pertimbangkan olehNYA padamu. Janganlah engkau berkata tidak pada apa
yang IA titipkan untuk kamu kerjakan. Tapi, sebutlah namaNYA dengan hormat agar
kau bisa melakukannya sekehendak denganNYA.
Jika hari esok aku masih melihat matahari pagi, aku
tidak akan lupa bahwa ada Dia yang membangunkanku. Jika aku melihat teriakan
senja terngiang di telingaku. Maka, aku harus bersujud memuja dan berterima kasih
atas waktu yang di sempatkan pada ragaku.
Untuk hari ini dan esok, untuk hari ini dan lusa, atau untuk hari ini
dan hari-hari berikutnya. Izinkan aku berlutut memujaMU wahai sang pencipta
segala macam yang ada di bumi termasuk semua yang telah Kau titipkan untuk ku
bimbing dan ku lakukan.
Air akan terus mengalir begitu juga hari dan segala
macam cuaca. Mereka siap menemani kita untuk kenikmatan-kenikmatan. Selamat
mengucap syukur atas apa yang ada, dan bersujut atas layakmu sebagai manusia
yang mencintai SANG KUASA.
Selalu terkesan dengan cerpen anda mas..
BalasHapusSalam...
terima kasih bung. sudah menyempatkan diri untuk mampir menengok blog ku... salam sastra jga buat ada.....
BalasHapus:D